Rabu, 26 Oktober 2011

Ibnu Khaldun

cerita ringkas 

Ibnu Khaldun



Pada kesempatan ini akan diceritakan sekilas tentang sosok Ibnu Khaldun, yaitu sosok seorang filsuf dan ahli sosiologi.
Lahir di Tunisia, Afrika Utara pada 732 H atau 1332 M, dari keluarga pendatang tepatnya Andalusia, Spanyol Selatan. Asal keluarga Ibnu Khaldun yang sesungguhnya dari Hadramaut, Yaman Selatan. Nama Ibnu Khaldun diambil dari nama kakeknya yang kesembilan, Khalid bin Utsman. Kakeknya ini merupakan pendatang pertama dari keluarga itu di Andalusia, sebagai anggota pasukan Arab penakluk wilayah bagian selatan Spanyol.
Guru pertama Ibnu Khaldun adalah ayahnya sendiri, ia fasih dalam qiraah sab`ah (tujuh cara membaca Al-Quran), fasih dalam mata pelajaran Tafsir, Hadis, Fiqh, dan Gramatika bahasa Arab.
Pada usianya yang ke-18 tahun terjadi dua peristiwa penting yang kemudian memaksa Ibnu Khaldun berhenti menuntut ilmu. (1) berkecamuknya wabah kolera di banyak bagian dunia pada 749 H, (2) banyak ilmuwan dan budayawan yang selamat dari wabah itu pada 750 H berbondong-bondong  meninggalkan Tunisia pindah ke Afrika Barat Laut. Ibnu Khaldun menghabiskan lebih dari dua pertiga umurnya di kawasan Afrika Barat Laut.
Pada zaman itu kawasan tersebut tidak pernah menikmati stabilitas dan ketenangan politik, sebaliknya merupakan kancah perebutan dan pertarungan kekuasaan antardinasti dan juga pemberontakan sehingga kawasan ini sering berpindah tangan penguasa. Dalam kariernya Ibnu Khaldun sering berpindah jabatan dan berganti tuan, tidak jarang dia bergeser loyalitas dari satu dinasti ke dinasti lain, atau dari cabang dinasti satu ke cabang dinasti yang lain. Dengan kata lain, Ibnu Khaldun telah terbawa pula oleh suasana politik yang sarat dengan perebutan kekuasaan dan melibatkan diri sebagai pemain dalam percaturan politik di kawasan tersebut.
Sejak runtuhnya dinasti Muwahidin, muncullah di kawasan tersebut banyak Negara kecil dan keamiran. Di daerah Tunisia berdiri Negara Bani (keturunan) Hafsh; di ujung paling barat, atau Maroko sekarang.
Jabatan pemerintahan pertama yang cukup berarti baginya adalah keanggotaan majelis ilmuwan Sultan Abu Inan dari Bani Marin ibu kota Negara itu, Fez. Kemudian dia diangkat menjadi salah satu sekertaris sultan dengan tugas mencatat segala keputusan sultan terhadap permohonan dari rakyat, dan juga dokumen-dokumen lain yang diajukan kepada sultan. Jabatan tersebut dianggap masih terlalu rendah untuk anggota keluarga Khaldun.
Belum cukup dua tahun dia memangku jabatan tersebut, Ibnu Khaldun dipecat dan bahkan dijebloskan ke dalam penjara karena terbongkarnya keterlibatannya dalam satu kelompok politik dengan Pangeran Abu Abdullah Mohammad dari Bani Hafsh. Pangeran tersebut pada mulanya berkuasa di Tunisia, setelah wilayah dikuasai Bani Marin ia turun tahta dan diasingkan ke Fez, sehingga Ibnu Khaldun dituduh berusaha melarikan pangeran yang notabenenya berasal dari daerah yang sama.
Setelah Sultan Abu Inan wafat dan kekuasaan Negara dipegang Perdana Menteri Hasan bin Umar, maka Ibnu Khaldun dibebaskan bersama-sama dengan tahanan-tahanan politik lain dan dia dikembalikan kepada jabatannya yang lama. Ibnu Khaldun mengabdikan dirinya kepada pemerintah Bani Marin di Fez selama 8 tahun, ia melayani 3 sultan dan 2 perdana menteri. Di bawah Sultan Abu Salim semula ia diangkat sebagai sekretaris Negara, kemudian sebagai pejabat tinggi kepercayaan sultan untuk mengelola peradilan Mazhalim, yang khusus menangani pengaduan terhadap Negara atau pejabat Negara dan tindak pidana yang tidak tercakup oleh hokum islam. Ketika sultan Abu Salim digulingkan dalam suatu pemberontakan dan pemerintahan selanjutnya dipimpin oleh Perdana Menteri Umar Bin Abdullah, pemimpin pemberontakan, Ibnu Khaldun sangat kecewa karena tidak mendapatkan kedudukan perdana menteri atau yang mendekati itu. Sehingga dia bermaksud kembali ke Tunisia mengabdikan diri kepada Bani Hafsh atau kepada Bani Abdul Wad di wilayah tengah Afrika Barat Laut. Tetapi maksud tersebut dihalangi oleh pemerintah Fez, karena dikhawatirkan pengetahuan Ibnu Khaldun yang luas tentang politik di kawasan Afrika Barat Laut akan dimanfaatkan oleh dinasti Hafsh atau Abdul Wad. sebagai penyelesaian jalan tengah Ibnu Khaldun diizinkan meninggalkan Fez tetapi tidak ke Tunisia atau Tlamsan, pusat pemerintahan Bani Abdul Wad, melainkan ke Andalusia.
Pada waktu itu yang tengah memerintah Andalusia adalah Sultan Mohammad dibantu oleh perdana menterinya, Ibnu Khatib. Antara mereka dan Ibnu Khaldun telah terbina hubungan persahabatan ketika Sultan beberapa tahun sebelumnya. Selama di Andalusia Ibnu Khaldun pernah mendapat kepercayaan sebagai utusan khusus atau duta besar untuk menyelesaikan masalah dengan Negara tetangga.
Belum cukup 2,5 tahun Ibnu Khaldun berada di Granada (Ibu kota Andalusia), dia menerima undangan dari pangeran Abu Abdullah yang dahulu pernah dipenjarakan bersama di Fez. Kini Abu Abdullah telah berhasil merebut kembali kedudukannya di keamiran Buqi, wilayah Tunisia dan ia diundang untuk dian, Sultan kat sebagai perdana menteri. Ibnu Khaldun dengan senang hati menerima undangan dari sahabat lamanya itu.
Namun kepuasan Ibnu Khaldun itu tidak berumur panjang, Sultan Abu Abbas, saudara sepupu atau anak paman Pangeran Abu Abdullah, penguasa di Konstantin, berambisi menguasai seluruh Tunisia,termasuk keamiran Abu Abdullah , dan mengembalikan kejayaan dinasti Hafsh. Baru sekitar 1 tahun Ibnu Khaldun berada di Buqi, pangeran Abu Abdullah mati terbunuh ketika pasukan Abu Abbas menyerbu Buqi, dan keamiran itu jatuh ke tangan Abu Abbas. Sepeninggal Abu Abdullah banyak tokoh Buqi menyaranan kepada Ibnu Khaldun untuk menobatkan salah seorang anak almarhum yang masih dibawah umur sebagai amir dan Ibnu Khaldun sebagai pelaksana kekuasaannya. Ibnu Khaldun menolak saran tersebut, dan sebaliknya dia menyongsong kedatangan Abu Abbas dan menyerahkan kota Buqi kepadanya, sebagai imbalan penguasa baru itu mengangkatnya juga sebagai perdana menteri. Tetapi kemudian Abu Abbas menyangsikan loyalitas Ibnu Khaldun yang demikian mudah “menyeberang” itu. Dia tidak lagi didekatkan. Sadar akan perkembangan itu dia memohon izin untuk pindah keluar Buqi, tetapi Abu Abbas memerintahkan untuk menangkap Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun berhasil melarikan diri ke keamiran Biskra, namun Abu Abbas berhasil menangkap adiknya, Yahya dan membuangnya ke pengasingan di salah satu kota pantai di Aljazair.
Pada waktu itu dinasti Abdul Wad yang berpusat di Tlamsan dipimpin oleh Sultan Abu Hammu, menantu Pangeran Abu Abdullah dari Buqi yang terbunuh. Abu Hammu sudah lama ingin menguasai Buqi, karena itu berita terbunuhnya Abu Abdullah digunakan sebagai dalih untuk menyerbu Buqi. Tetapi pasukan Hammu belumlah cukup tangguh untuk meruntuhkan pasukan Abu Abbas. Ibnu Khaldun menolak tawaran Abu Hammu untuk diangkat sebagai perdana menteri, dan sebagai gantinya dia mengiriman adiknya, Yahya yang pada saat itu telah dibebaskan oleh Abu Abbas. Tetapi meskipun dia menolak diangkat sebagai perdana menteri, Ibnu Khaldun memenuhi permintaan Abu Hammu agar mengajak suku-suku diwilayah itu untuk mendukung rencana merebut Buqi. Sementara itu Ibnu Khaldun juga berusaha membentuk persekutuan antara Abu Hammu dan Pangeran Ishak, saudara Abu Hammu yang sangat jelek hubungannya. Tetapi serangan tentara Abu Hammu yang kedua atas Buqi gagal lagi. Dengan kegagalan itu maka memupuk dukungan suku-suku kepada Abu Hammu, dan memperkuat hubungan antara Abu Hammu dan Pangeran Ishak.
Sementara itu Sultan Abdul Aziz dari dinasti Bani Marin, yang berpusat di Fez, berambisi merebut lagi wilayah Bani Abdul Wad. Disertai pasukan yang besar dia menyerbu Tlamsan. Abu Hammu melarikan diri, dan Sultan Abdul Aziz berhasi membujuk Ibnu Khaldun agar bersedia membantunya dengan mengajak suku-suku di wilayah itu berali loyalitas ke Abdul Aziz. Ternyata kemudian misi Ibnu Khaldun kali ini tidak begitu berhasil. Dia kembali ke Biskra, dan hubungan dengan Sltan Abdul Aziz dilakukan hanya dengan surat-menyurat.      
Ibnu Khaldun tidak betah tinggal lebih lama di Biskra, terutama oleh karena hubungannya yang tidak demikian serasi baik dengan penguasa di sana mapun dengan suku-suku di wilayah itu. Dia meninggalkan Biskra untuk bergabung dengan Sultan Abdul Aziz di Tlamsan. Di tengah jalan dia medengar berita bahwa Sultan Abdul Aziz telah meninggal dan digantikan oleh puteranya, Pangeran Said, di bawah asuhan Perdana Menteri Ibnu Ghazi.Bahkan pusat pemerintahan telah pindah kembali ke Fez. Diterima kabar pula bahwa Abu Hammu telah kembali ke Tlamsan. Maka Ibnu Khaldun memutuskan meneruskan perjalanan ke Fez. Berita perjalanan Ibnu Khaldun itu sampai kepada Abu Hammu. Dia minta pada suatu suku yang akan dilalui oleh Ibnu Khaldun agar menangkapnya. Dia tertangkap di tengah padang pasir, namun kemudian dapat lolos, dan akhirnya sampai di Fez. Tetapi suasana di kota itu tidak sebagaimana diharapkannya. Situasi politik sangat tidak menentu, dan para penguasa telah hilang kepercayaan kepada Ibnu Khaldun. Mereka melihatnya dengan penuh kecurigaan, sedangkan dia tidak mungkin kembali ke Tlamsan ang dikuasai Abu Hammu dan Tunisia di bawah kesultanan Abu Abbas. Tujuan satu-satunya jika ia dapat keluar dari Fez adalah Granada, Andalusia dan memang kesanalah Ibnu Khaldun pergi.
Dia tidak lama tinggal di Andalusia, karena khawatir akan maksud-maksud jahat terhadap pemerintah Fez, maka pemerintah Andalusia melarang keluarga Ibnu Khaldun yang masih tinggal di Fez untuk bergabung dengannya, dan bahkan meminta kepada Sultan Granada, abu Ahmar agar menyerahkan Ibnu Khaldun kepada pemerintah Fez. Permintaan itu ditolak, tetapi Sultan Abu Amar setuju mengusir Ibnu Khaldun dari negerinya dan agar kembali ke Afrika Barat Laut. Dia meninggalkan Andalusia dan kembali ke Afrika, turun dan terdampar di pelabuhan Hanin. Adiknya Yahya telah kembali mengabdi kepada Abu Hammu, tetapi terhadap Ibnu Khaldun sendiri Abu Hammu belum lupa tentang penghianatan yang telah dilakukan terhadapnya dahulu. Namun berkat bantuan dan jaminan seorang sahabat lama, Mohammad bin Arif, tokoh ari Bani Arif, akhirnya Ibnu Khaldun….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar